Perbandingan Material Bata Ringan dan Bata Merah Untuk Pekerjaan Dinding
Sejak terbukanya alam pembangunan Indonesia untuk menerima secara bebas dan masuknya bantuan/investasi dan teknologi dari dunia Internasional tidaklah dapat dihindarikan lagi timbulnya kemajuan/perkembangan yang pesat akan ilmu pengetahuan dan teknologi serta merta terapannya. Maka seiringan dengan masuknya bantuan/investasi dan teknologi dari dunia Internasional, sektor pembangunan pun mengalami perkembangan yang pesat dan menyebar di Indonesia, termasuk berkembang pembangunan bangunan gedung. Mulai dari proyek bangunan gedung sederhana seperti rumah tinggal sampai bangunan gedung bertingkat. Dengan adanya perkembangan pembangunan bangunan gedung yang pesat, munculah inovasi metode pada pekerjaan bangunan gedung. Salah satunya inovasinya adalah pemilihan material atau bahan bangunan untuk pekerjaan dinding pada bangunan gedung.
Dinding merupakan salah satu elemen bangunan yang berfungsi memisahkan/membentuk ruang. Ditinjau dari segi struktur dan konstruksi, dinding ada yang berupa dinding partisi/ pengisi (tidak menahan beban) dan ada yang berupa dinding struktural (bearing wall). Dinding pengisi/ partisi yang sifatnya non struktural harus diperkuat dengan rangka (untuk kayu) dan kolom praktis, sloof, dan ringbalk (untuk bata). Dinding dapat dibuat dari bermacam-macam material sesuai kebutuhannya seperti batu bata, batako, batu alam, papan kayu , dll. Pada umumnya dinding disusun menggunakan material bata merah. Namun, beberapa tahun terakhir muncul material alternatif sebagai penganti bata merah, yaitu material bata ringan/hebel. Bata ringan dipilih karena biaya pekerjaan yang lebih murah dan waktu pekerjaan yang lebih singkat. Namun bata ringan memiliki kelemahan dari segi mutu dan ketahanan.
Definisi Bata Ringan
Ide pembakaran dan penguapan material yang menjadi cikal bakal AAC awalnya dicetuskan oleh seorang peneliti berkebangsaan Jerman, Michaelis, pada tahun 1880. Sementara itu, penambahan beberapa senyawa kimia seperti bubuk aluminium pada adonan bata dikembangkan oleh Dyer dan Aylsworth dari Amerika pada tahun 1914. Setelah dilakukan penelitian lanjutan seluruh proses serta pencampuran sejumlah bahan dasar kemudian disempurnakan oleh Axel Eriksson yang mematenkannya pada tahun 1923. Meski telah dikembangkan selama beberapa dekade sebelumnya, bata ringan mulai banyak dikenal setelah diproduksi secara massal dan komersial oleh Jozef Hebel di Jerman pada tahun 1943. Oleh sebab itulah bata ringan sering disebut bata hebel.
Ada dua jenis yang sering diaplikasikan pada pekerjaan dinding, yaitu Autoclaved Aerated Concrete (CAC) dan Celluler Lieghtweight Concrete (CLC). Keduanya didasarkan pada gagasan yang sama yaitu menambahkan gelembung udara kedalam mortar yang kemudian akan mengurangi berat beton yang dihasilkan secara drastis.
Pada dasarnya bahan utama penyusun batu bata dari kedua jenis tersebut adalah sama yaitu menggunakan semen, pasir, fly ash, buih, dan air. Perbedaan bata ringan AAC dan CLC terletak pada proses pengeringannya, yaitu bata ringan AAC dikeringkan dengan oven Autoclave bertekanan tinggi sedangkan bata ringan CLC dikeringkan secara alami. Bata ringan CLC sering disebut juga Non-Autoclaved Aerated Concrete (NAAC).
Definisi Bata Merah
Tanah liat merupakan bahan dasar dalam pembuatan batu bata merah yang memiliki sifat plastis dan susut kering. Sifat plastis pada tanah liat sangat penting untuk mempermudah dalam proses awal pembuatan batu bata merah. Apabila tanah liat yang dipakai terlalu plastis, maka akan mengakibatkan batu bata merah yang dibentuk mempunyai sifat kekuatan kering yang tinggi sehingga akan mempengaruhi kekuatan, penyusutan, dan mempengaruhi hasil pembakaran batu bata merah yang sudah jadi. Baca juga : Pengertian dan Jenis-Jenis Aspal
Spesi untuk bata merah menggunakan campuran pasir dan semen, yang terdiri dari bermacam-macam jenis, memiliki fungsi yang berbeda-beda dan penggunaannya tergantung kepada kebutuhan. Macam spesi dibedakan pada takaran dari pasir dan semen, mulai dari 1 : 1 sampai dengan 1 : 5. Sama halnya dengan spesi, plesteran juga menggunakan campuran dari pasir dan semen.
Batu bata merah memiliki ukuran standard panjang 22 cm dengan toleransi kesalahan ukuran 3%, lebar 11 cm dengan toleransi kessalahan 4%, dan tebal 5 cm dengan toleransi kesalahan ukuran 5%. Menurut Felix Hidayat (2010), ciri-ciri batu bata yang baik antara lain :
- Permukaan kasar, tidak retak, dan rusuknya harus siku dan tajam
- Tidak mudah terbakar
- Warna merah seragam dan merata diseluruh bagian baik dalam maupun luar yang berarti batu tersebut dibakar atau matangnya merata
- Bunyinya nyaring bila diketuk yang menandakan bahwa bata cukup kering.
Keunggulan dari bata merah adalah sifatnya yang tahan lama, kokoh dan harganya yang relatif murah. Ukurannya yang relatif kecil, membuat bata merah juga lebih mudah diangkut. Disisi lain bata merah memiliki kekurangan antara lain suhu ruangan tidak stabil karena mudah menyerap panas dan dingin, lebih boros karena menggunakan banyak perekat, sukar rapi saat melakukan pemasangan, cukup berat, membuat beban lebih pada struktur bangunan rumah, batu bata lebih lama dalam proses pemasangannya.
Post a Comment for "Perbandingan Material Bata Ringan dan Bata Merah Untuk Pekerjaan Dinding"
Silahkan berkomentar dengan bahasa yang sopan